SURABAYA|BIDIK – Dua ahli dihadirkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya oleh pihak tergugat dalam sidang gugatan wanprestasi program bayi tabung yang dilakukan di klinik Ferina milik dr Aucky Hinting, Rabu (25/10/2017).
Dua ahli yang diperdengarkan keterangan tersebut antara lain, Ketua Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) Dr Budi Wiweko, Spog, dan Ahli Perdata dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya DR. Ghansham Anand , SH, Mkn.
Dalam keterangannya, ahli Budi Wiweko mengatakan bahwa pelaksanaan program bayi tabung sebenarnya sudah diatur dalam peraturan yang berlaku. “Program bayi tabung bias ditempuh pasangan yang mengalami infertilitas. Sedangkan Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun,” terangnya.
Sedangkan ahli Ghansham memberikan keterangan terkait perjanjian yang dibuat antara dokter dengan pasiennya, yang disebut perjanjian Teraupetik bersifat perjanjian perikatan upaya (inspanning Verbintenis).
“Berbeda dengan gugatan perbuatan melawan hukum, dalam gugatan wanprestasi, pihak yang diluar perjanjian tidak bisa digugat,” katanya.
Usai sidang, Ir Eduard Rudy Suharto, ketua tim kuasa hukum penggugat mengatakan bahwa keterangan ahli yang dihadirkan tergugat malah menguatkan dalil gugatan yang pihaknya ajukan.
“Makanya kami tidak bertanya lebih jauh, apalagi saksi perdata tadi menjelaskan kalau dalam hal ini, yang harus digugat adalah yang bersangkutan dalam perjanjian, jadi sudah jelas gugatan kami tepat arah, karena kami tidak menggugat orang lain selain daripada yang berkepentingan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai ketua DPC KAI Surabaya ini.
Lalu, terkait kecondongan ahli yang menilai bahwa gugatan ini lebih cenderung perbuatan melawan hukum, dinilai Rudi tidak tepat. Pasalnya, dalam perjanjian yang dibuat antara dr Aucky dengan pasien sudah menentukan hasil yang harus dipenuhi.
“Seandainya perjanjian ini, tidak disertai iming-iming kuitansi dan pesan WA yang menyebut kromosom bayi laki-laki (XY), boleh dikata perjanjian berisifat upaya, namun dalam perjanjian ini sudah ditentukan hasil atau obyeknya, maka itu namanya wanprestasi atau ingkar janji,” ujar Ketua DPC KAI Surabaya ini.
Rudi juga mengaskan, bahwa kliennya tidak mengidap indikasi ganguan fungsi seksualitas. “Kondisi pasangan pengugat normal, tidak mengalami infertilitas seperti yang ahli sebutkan. Untuk itu, apa yang dilakukan dr Aucky jelas pelanggaran berat. Dr Aucky tetap menerima penggugat untuk ikut program bayi tabung sedangkan dia tahu penggugat baru dua bulan melahirkan anak pertamanya, malah dr Aucky nekat menjalankan program bayi tabungnya pada bulan ke-10 atau belum setahun dari kelahiran sebelumnya,” tambah Rudi.
Rudi juga sependapat bahwa dasar hukum dalam membuat perjanjian adalah itikat baik, untuk itu, para pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan.
“Dalam hal ini dr Aucky menjanjikan bayi laki-laki, dan ternyata hasil yang dilahirkan adalah bayi perempuan, maka unsur wanprestasi atau ingkar janjinya sudah terpenuhi,” ujar Rudi.
Lebih nekat lagi yang dilakukan dr Aucky adalah menjadikan manusia (bayi) sebagai obyek dalam perjanjian. Padahal, sesuai UU manusia dilarang untuk dijadikan obyek dalam sebuah perikatan perjanjian.
Seperti diberitakan sebelumnya, Evelyn dan suaminya yaitu Tomy Han yang ingin memiliki bayi laki-laki akhirnya sepakat untuk mengikuti program bayi tabung atas saran dokter Aucky dan telah membayar Rp 47 juta. Namun keinginan itu justru meleset karena Evelyn ternyata mengadung bayi berjenis kelamin perempuan.
Ironisnya setelah dilahirkan, kondisi kesehatan bayi perempuan Evelyn dan Tomy Han terus memburuk. Hasil bayi tabung itu dinyatakan mengalami gangguan usus yang parah dan kerap keluar masuk rumah sakit.
Gugatan terpaksa dilayangkan ke PN Surabaya karena tidak ada iktikad baik dari dr Aucky Hinting. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Surabaya ikut digugat karena diduga menyidangkan kode etik dr Aucky secara nonprosedural. “Klien kami hanya menuntut dr Aucky mengakui kesalahannya atas janji-janji palsunya secara tulus,” tambah Rudi. (eno)