JAKARTA – Setelah hijrah ke Arab Saudi dan akhirnya kembali ketanah air.
Kini mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) sedang mengalami masa panen, tapi bukan panen pertanian dari hasil Pondok Pesantren Alam Argrokultural Markaz Syariah di Megamendung Bogor miliknya.
Melainkan panen masalah hukum yang bertubi-tubi datang silih berganti.
Yang terbaru, kasus hukum yang harus dihadapi Rizieq, adanya laporan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII ke Bareskrim Mabes Polri . Laporan yang dilakukan PTPN VIII ini terkait dugaan penyerobotan lahan oleh HRS di Mega Mendung Bogor, yang digunakan untuk kegiatan Pondok Pesantren Alam Argrokultural Syariah di Mega Mendung Bogor miliknya.
Menanggapi laporan terbaru yang dihadapi HRS ini, malah ditanggapi dengan santai oleh Ketua Tim Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Pawiro. Bahkan Sugito malah menuding sebagai upaya pembungkaman terhadap HRS dan semua kegiatannya.
“Menurut saya, ini sebagai upaya pembungkaman HRS secara keseluruhan, tapi ini dilakukan tidak hanya terhadap HRS pribadi, melainkan juga terhadap FPI dan pesantrennya,” ujar Sugito seperti dikutip jpnn.com, Sabtu (23/1/2021).
Sebelumnya, HRS juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan melanggar Prokes (protokol kesehatan) pada saat kedatangannya di markas FPI, Petamburan Jakarta Selatan yang
berujung hingga ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.
Bahkan Kapolda Jabar sempat juga melakukan pemeriksaan terkait pelanggaran Prokes saat berkumpul di Ponpes Alam Argrokultural Syariah Mega Mendung Bogor.
Seperti diketahui sebelum hijrah ke Arab Saudi pada 2017 silam, HRS banyak dilaporkan oleh beberapa pihak yang merasa dirugikan karena berbagai pernyataannya.
Pada 2016 misalnya, HRS dilaporkan oleh Forum Mahasiswa Pemuda Lintas Agama, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Student Peace Institut ke Polda Metro Jaya.
Laporan itu terkait ceramah HRS di Masjid Pondok Kelapa Jakarta yang dalam ceramahnya mengatakan, “Kalau Tuhan Beranak, Terus Bidannya Siapa ?”.
Setelah itu, Ketua Umum PNI Marhaenisme, Sukmawati juga melaporkan HRS ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan Sukmawati ini terkait pernyataan HRS yang menyebut “Pancasila Sukarno Ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila Piagam Jakarta Ketuhanan ada di kepala”.
Kasus ini, kemudian ditangani oleh Polda Jawa Barat. Berdasarkan hasil gelar perkara, polisi lantas menetapkan HRS sebagai tersangka pada November 2017.
Namun, pada Februari atau Maret 2018, Polda Jawa Barat resmi menghentikan kasus tersebut dan menerbitkan SP3. Alasannya, karena tindakan yang dilakukan HRS bukan merupakan tindak pidana.
Lalu pada 2017, HRS kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Kali ini, dia dilaporkan oleh sejumlah warga yang tergabung dalam Solidaritas Merah Putih. Mantan Imam besar FPI itu dilaporkan atas dugaan penyebaran ujaran kebencian yang menyinggung suku, agama ras, antar kelompok (SARA) melalui media sosial.
Hal itu berkaitan dengan ceramah HRS yang menyinggung soal mata uang berlogo “Palu-arit”. Tak hanya itu, HRS juga disebut telah memfitnah Presiden Joko Widodo sebagai seorang komunis. Sejauh ini, kepolisian tak menjelaskan kelanjutan proses hukum terkait laporan terhadap HRS.
Masih di tahun 2017, HRS juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus konten pornografi. Yakni terkait percakapan mesum antara HRS dengan aktivis Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana, Firza Husein.
Kasus ini berawal dari konten blog “baladacintarizieq” yang diunggah pada 28 Januari 2017. Dalam blog itu, diunggah Screenshot atau tangkapan layar percakapan bermuatan pornografi diduga antara HRS dengan Firza.
HRS dan Firza ditetapkan tersangka pada Mei 2017. Namun, di 2018, Kepolisian menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) telah dikeluarkan terkait kasus ini.
Masih terkait persoalan hukum, HRS juga tercatat dilaporkan ke Polda Bali. Dia dilaporkan oleh Advokat Merah Putih bersama Patriot Garuda Nusantara (PGN) dan Yayasan Sandhi Murti. Laporan itu dibuat karena HRS dianggap membuat pernyataan yang mengancam keselamatan umat hindhu di Indonesia melalui sebuah acara.
Pernyataan HRS itu direkam dalam sebuah video dan diunggah ke youtube dengan judul “Sikap Imam Besar FPI Terhadap ISIS”. Ungkapan HRS itu disampaikan pada menit ke-13 hingga ke-15. Dalam video itu, HRS menyatakan akan mengumpulkan orang-orang Bali di luar Pulau Dewata untuk dikembalikan ke Bali. Dia juga menyatakan akan menghancurkan kuil-kuil umat hindhu di Bali.
Selain itu, HRS menyatakan akan mendatangkan umat islam dari luar ke Bali untuk menghancurkan kuil-kuil di Bali. Namun hingga saat ini, belum diketahui bagaimana kelanjutan proses hukum terkait laporan ini. HRS sendiri masih berstatus sebagai terlapor. (Imron/Berbagai sumber)