SURABAYA l bidik.news – Anggota DPRD Jawa Timur, H.Samwil menduga aksi protes masyarakat Kabupaten Pati dan Jombang terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lebih 200 % karena pemerintah daerah salah strategi dalam menaikkannya.
Samwil menyebut kenaikan PBB sebenarnya tidak masalah. Namun, pemerintah kabupaten harus cerdas yakni bisa memilih dan memilah antara lahan pertanian dengan pemukiman. Pemerintah daerah seharusnya tidak menaikkan PBB lahan pertanian dan perkebunan.
“Semestinya yang dimaksud cerdas adalah pemerintah harus bisa memilih dan memilah. Untuk tanah pertanian dan perkebunan ya jangan dinaikkan,” ujarnya, Jumat 15 Agustus 2025.
Samwil mempertanyakan komitmen pemerintah yang ingin mensejahterakan petani dan memperkuat produk pertanian, tetapi pajak tanah melambung tinggi. Hal inilah yang membuat masyarakat keberatan dengan kenaikan PBB yang lebih dari dua kali lipat.
“Itu terjadi di daerah seperti di Pati dan Jombang,” paparnya.
Politisi asal Partai Demokrat itu menegaskan, jika mengacu Undang-Undang Nomer 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemda harus menjalankan perintah dari pusat. Namun regulasi itu tidak dijalankan oleh sejumlah bupati atau walikota dalam menaikan pajak.
Menurutnya, kenaikan PBB boleh dinaikkan, jika diberlakukan untuk lahan pertanian atau perkebunan yang ahli fungsi, atau diperjualbelikan. Bahkan, kenaikan bisa diberlakukan pada Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Itu bisa dinaikkan pajaknya dan BPHTB
Jika tidak alih fungsi maka jangan dinaikkan. Akhirnya masyarakat bawah tidak tertekan,” tambahnya.
Politisi asal Dapil Gresik dan Lamongan itu membeberkan bahwa yang menjadi persoalan adalah beberapa tahun PBB langsung dinaikkan berlipat-lipat. Sementara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sudah lama dinaikkan.
Samwil optimis masyarakat tidak akan keberatan dengan kenaikan PBB, jika ekonomi masyarakat sudah kuat, kenaikan tidak terasa.
“Sebenarnya pajak (PBB) tidak naik hanya menyesuaikan NJOP. Hanya saja, kenaikan PBN tidak bisa langsung di trek sekian persen. Seperti di Pati 250%, ada 400% di Jombang. Mestinya bertahap, karena ekonomi warga masih lemah.
Masyarakat tidak punya duit, tapi tanahnya banyak. Itu sangat terasa,” kelakarnya.( Rofik )