SURABAYA – PT PJB mendukung pemerintah dalam meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 23% pada 2025 mendatang. Upaya yang dilakukan dengan mendorong pemanfaatan biomassa untuk CoFiring.
Setelah melakukan studi sejak 2019, PT PJB mulai melakukan Go Live CoFiring Biomassa sejak 10 Juni 2020 lalu di unit pembangkit Paiton. Dan hingga saat ini tengah dilakukan uji coba di 11 PLTU lain di seluruh Indonesia, yaitu PLTU Paiton 2x400MW, PLTU Ketapang 2x10MW, PLTU Indramayu 3x330MW, PLTU Tenayan 2x100MW dan PLTU Rembang 2×300 MW.
Berikutnya PLTU Anggrek 2x25MW, PLTU Belitung 2×16,5MW dan PLTU Kaltim 2x110MW, PLTU Pacitan 2×300 MW, PLTU Paiton 9 660MW serta PLTU Ropa 2x7MW.
Khusus untuk PLTU Paiton, saat ini sudah memasuki fase komersial. ”Berikutnya kami melakukan uji coba di PLTU Bolok, PLTU Tembilahan, PLTU Pulang Pisau dan PLTU Bangka,” kata Kabid Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan PT PJB, Ardi Nugroho saat Webinar bertema “Efektivitas dan Potensi Biomassa Program Co-Firing Pembangkit” yang digelar PT PJB, Kamis (24/9/2020).
Kendala utama pembangkit biomassa untuk pembakit skala besar adalah ketersediaan supply raw material biomassa. Dikatakan Ardi, Sejak GoLive CoFiring Biomassa pada 10 Juni 2020, sampai saat ini (23/9/2020), di unit pembangkitan Paiton saja total penggunaan serbuk kayu mencapai lebih dari 3800 ton dengan total energi hijau yang dibangkitkan 4000 MWH.
Serbuk kayu (sawdust) adalah biomassa dari sumber alami, dan yang digunakan di PLTU Paiton 1-2 adalah dari limbah industri kayu. Sehingga biomassa serbuk kayu termasuk carbon neutral, tidak menambah jumlah karbon di udara.
”Ditinjau dari aspek lingkungan, Inovasi Implementasi Co-firing Biomassa Serbuk Kayu di PLTU Paiton mampu menurunkan Baku Mutu Emisi dan mendukung bauran energi EBT,” ujarnya.
Biomassa termasuk pohon, diantaranya pada masa hidupnya telah menyerap banyak karbon, dan di akhir hidupnya pohon tersebut akan melepaskan karbon ke atmosfer. Dengan di-cofiring biomassa di PLTU, dapat mengubah limbah serbuk kayu atau sisa karbon di pohon yang akan menguap begitu saja tanpa dimanfaatkan menjadi energi yang dapat dimanfaatkan menggantikan batubara.
Sementara itu, Ary Bachtiar Krishna Putra, peneliti pada Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) ITS Surabaya mengatakan, Indonesia memiliki cadangan terbanyak ke-9 atau 2,2% dari seluruh cadangan batubara dunia.
Tapi 80% cadangan batubara Indonesia termasuk Low dan Medium Rank Coal dengan nilai kalor kurang dari 5000 kkal/kg. Sehingga pembauran dengan biomassa akan meningkatkan kualitas emisi pembakaran.
Dibanding energi terbarukan lainnya, biomassa mampu menyediakan base load energi terbarukan secara lebih hemat serta memiliki banyak manfaat sosial. Diantaranya, penggunaan biomassa mendukung pengurangan bahan bakar berbahaya dan hutan yang sehat, mengurangi material limbah yang dibuang di tempat pembuangan sampah, meningkatkan kualitas udara, pengurangan gas rumah kaca serta mengurangi biaya transportasi karena didapatkan dari wilayah sekitar.
Meskipun memiliki banyak manfaat, namun masa depan penggunaan biomassa tetap tergantung pada beberapa hal. ”Pertama, kebijakan pemerintah, harga relatif gas alam dan listrik, masalah lingkungan, emisi, akuntasi karbon yaitu apakah biomassa CO2 memiliki dampak emisi nol dan nilai sosial mengenai pembuangan atau penggunaan biomassa,” tutur Ari.
Sedangkan jurnalis The Jakarta Post Norman Harsono menambahkan, Jawa Timur sebagai provinsi dengan industri pertanian kuat, memiliki potensi bioenergi besar. Bahkan Jatim tercatat menempati posisi 2 terbesar sebagai daerah dengan pemanfaatan bioenergi untuk listrik secara nasional di bawah Riau.