SURABAYA|BIDIK – Dinilai tak profesional saat menjalankan proses penyidikan laporan polisi bernomor TBL/039/I/2016/UM/JTM, tim penyidik subdit Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Jawa Timur, dilaporkan ke Propam Polda Jatim oleh Senli Hati Wijaya, warga Kejaten, Gedangan Sidoarjo, sekaligus berstatus sebagai pelapor dalam hal ini.
“Saya melaporkan Hj Kusnaningsih atas dugaan tindak pidana membuat keterangan serta pengaduan palsu, di Sentra Pelayanan Kepolisiam Terpadu (SPKT) Polda Jatim pada Januari 2016 silam. Namun hingga saat ini, proses penyidikan atas laporan polisi saya itu terkesan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada kejelasan status kelanjutan proses hukum atas laporan tersebut,” terang Senli, Rabu (14/6/2017).
Masih menurut Senli, dirinya hanya sekali menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari penyidik Polda Jatim. “Selanjutnya saya tidak pernah mengetahui nasib dari laporan saya. Kalau memang dilanjut silahkan dilanjut, namun kalau diberhentikan ya silahkan, asal saya sebagai pelapor mendapatkan kepastian hukum atas laporan saya,” terang Senli.
Belakangan, Senli mengaku dirinya mendapat kabar terkait kematian Hj Kusnaningsih, selaku terlapor.
“Berdasarkan keterangan aparat desa tempat tinggal terlapor di Kuto Anyar Tulungagung, Kusnaningsih telah meninggal dunia pada 15 April 2017 lalu,” terang Senli.
Untuk mengecek kebenaran informasi kematian Kusnaningsih tersebut, Senli sempat meluncur ke Tulungagung. Disana, Senli banyak mendapatkan informasi, baik dari para warga sekitar maupun aparat desa.
“Saya sempat ngelayat di Tulungagung. Di depan rumah Kusnaningsih juga terdapat kiriman karangan bunga ucapan bela sungkawa yang ditujukan terhadap kematian Kusnaningsih,” tambah Senli.
Hal itu, akhirnya Senli informasikan kepada tim penyidik, pada 17 April 2017. Kembali terkait kejelasan status laporan Senli, kendati telah diberi tahu soal kematian terlapor, penyidik enggan melakukan langkah tegas, penyidik beralasan bahwa pihaknya bakal melakukan langkah konkrit setelah mengantongi keterangan valid terkait atas kematian Kusnaningsih.
“Saya sempat menawarkan diri kepada para penyidik untuk berangkat secara bersama-sama dengan guna mencari kebenaran fakta atas kematian Kusnaningsih. Namun hal itu tidak ada tindak lanjut. Saat itu saya infokan ke Pak Isbari,” tambah Senli.
Masih menurut Senli, dirinya hanya meminta kejelasan status atas proses laporannya tersebut. “Kalau memang terlapor sudah meninggal dunia, saya ikhlas kok kasus ini dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Senli.
Keikhlasan Senli tersebut, dasar dari bunyi Pasal 77 KUHP, yang secara tegas menyatakan bahwa hak menuntut hukuman gugur apabila tersangka/ tertuduh meninggal dunia. Jika seorang yang disangka telah melakukan perbuatan pidana telah meninggal dunia, maka tuntutan atas perbuatan pidana tersebut berakhir dengan sendirinya atau gugur demi hukum.
Untuk diketahui, laporan ini berawal dari kuasa jual yang diberikan Suheriyanto terhadap Senli, atas lahan seluas 2,8 hektar yang berada di jalan raya Sidorejo, km 25 Dusun Patoman Desa Keboharan Kec Krian Sidoarjo beberapa waktu lalu. Suheriyanto adalah anak angkat tunggal dari perkawinan Kusnaningsih dengan Mustofa bin Sarwono.
Mustofa sendiri telah meninggal dunia pada Maret 1994. Belakangan diketahui bahwa baik Suheriyanto maupun Kusnaningsih memiliki penetapan pengadilan sebagai ahli waris. Kedua penetapan sempat diuji di pengadilan dan sama-sama memiliki kekuatan hukum serta tidak bisa digugurkan. Akhirnya antara Senli dan Kusnaningsih terlibat proses hukum dengan saling lapor. (eno)