SURABAYA l bidik.news – Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur, Abdul Halim, menilai rencana reaktivasi rel kereta api di Pulau Madura perlu dikaji ulang secara lebih mendalam. Menurutnya, kondisi sosial dan tata ruang di wilayah tersebut sudah banyak berubah sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda dari daerah lain.
Halim menjelaskan, reaktivasi rel KA merupakan bagian dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan di Jawa Timur. Dalam kebijakan tersebut, terdapat beberapa wilayah yang masuk prioritas reaktivasi rel, seperti Lamongan, Mojokerto, dan Bojonegoro.
“Sebenarnya Madura juga termasuk dalam rencana itu. Tapi saya sampaikan kepada Pak Kadis Perhubungan, kalau untuk Madura perlu kajian yang lebih mendalam. Kondisi sosial di sana berbeda dengan daerah lain,” ujar Halim, Kamis (9/10).
Politisi asal Madura itu menilai, sebagian besar lahan bekas rel peninggalan kolonial kini telah berubah fungsi menjadi permukiman dan kawasan usaha masyarakat. Karena itu, memaksakan reaktivasi bisa menimbulkan persoalan sosial baru.
“Banyak lintasan lama yang sekarang sudah menjadi rumah warga dan area produktif lain. Kalau dipaksakan, dampak sosialnya harus diperhitungkan matang,” tegasnya.
Menurut Halim, kebutuhan utama masyarakat Madura saat ini bukan pada transportasi rel, melainkan peningkatan kualitas infrastruktur jalan nasional. Ia menyebut, solusi kemacetan dan distribusi logistik di Madura justru bisa dicapai dengan pelebaran dan perbaikan jalan di jalur utara, tengah, dan selatan pulau, serta pembangunan jalan tol baru yang menghubungkan Bangkalan hingga Sumenep.
“Kalau jalan nasional di Madura diperlebar dan diperbagus, itu akan jadi solusi kemacetan. Bahkan, ke depan sebaiknya dipikirkan tol dari Bangkalan ke Sumenep,” jelasnya.
Ia juga menyoroti fenomena pasar tumpah di sejumlah titik utama di Madura seperti Tanah Merah, Galis, Belega, hingga Pamekasan dan Sumenep, yang turut memperparah kemacetan arus kendaraan. Karena itu, pembangunan transportasi harus disesuaikan dengan kondisi riil lapangan.
“Banyak pasar tumpah di sepanjang jalur utama. Jadi, reaktivasi kereta belum tentu menjawab kebutuhan masyarakat Madura saat ini,” kata Halim.
Sementara itu, Komisi D DPRD Jatim bersama Dinas Perhubungan kini tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Transportasi Publik Terintegrasi, sebagai payung hukum bagi berbagai proyek transportasi di Jawa Timur, termasuk Trans Jatim.
“Sekarang sedang berjalan tim analisis dan penyusun naskah akademik. Sesuai arahan Kemendagri, pembahasan Raperda ini harus selesai sebelum akhir November 2025,” ungkapnya.
Menurut Halim, dengan adanya payung hukum tersebut, pengembangan sistem transportasi publik di Jatim akan lebih terarah dan efisien.
“Kita optimistis bisa selesai tepat waktu agar seluruh program transportasi publik, termasuk Trans Jatim, memiliki dasar hukum yang kuat,” tandasnya.( Rofik )