SURABAYA – Dinilai tak pro rakyat, khususnya pedagang di pasar tradisional, DPRD Jatim secara tegas menolak kebijakan gubernur Khofifah dengan memberlaukan ganjil genap di pasar tradisional di Jatim. Kebijakan tersebut oleh pihak legislative sebagai kebijakan aneh dan terkesan tak membela pedagang ditingkat bawah khususnya di pasar tradisional.
Sekedar diketahui,munculnya klaster baru di pasar Pujon Malang sebagai sebaran pandemi Covid-19, menginisiasi dari Gubernur Jatim Khofifah untuk memberlakukan system ganjil genap di pasar tradisional. Rencananya, system tersebut diberlakukan mulai hari ini, Rabu (6/4)diseluruh pasar tradisional di Jatim.
Dalam pemberlakuan system ganjil genap tersebut, yakni, kios dengan nomor urut 1, 5, 7, dan seterusnya hanya boleh membuka lapak pada tanggal ganjil. Begitu pula dengan kios bernomor urut genap. System ini mencontoh negara Vietnam yang bertujuan untuk mengatur jarak fisik dan kontak antarpedagang dengan ganjil genap.
Dengan penerapan ganjil genap tersebut, gubernur Khofifah berharap bisa memutus mata rantai penularan Covid-19. Hal ini juga sebagai tindak lanjut fenomena klaster di Jatim yang harus segera ditangani, salah satunya di Pasar Pujon, Kabupaten Malang.
“Kami berharap ditengah pandemic Covid-19 ini, gubernur tetap memperhatikan perekonomian masyarakat terpuruk. Bukan malah membuat kebijakan yang membuat rakyat semakin terpuruk. Buat apa diberlakukan ganjil genap di pasar tradisional. Ini justru merugikan pedagang. Kami dengan tegas menolak kalau kebijakan ini diperuntukkan pedagang saja,”ungkap anggota Komisi B DPRD Jatim Dwi Hari Cahyono ,Rabu (6/5).
Dikatakan oleh pria yang juga ketua Fraksi Partai Keadilan Bintang Nurani( FKBN) DPRD Jatim ini bahwa dipasar tradisional, letak antar kios satu dengan yang lainnya sudah satu meter lebih, sehingga penerapan ganjil genap tak layak diberlakukan.
“ Untuk pedagang sudah berjarak. Saat ini yang harus diatur itu pembeli, bukan pedagang,”jelas mantan Direktur PD Jasa Yasa ini.
Saat ini yang harus menjadi perhatian dari gubernur adalah pembeli yang ada di pasar tradisional.” Harus mengerahkan relawan yang bertugas di pasar untuk mengingatkan pembeli dan pedagang untuk tetap jaga jarak, mencuci tangan hingga menggunakan masker. Bisa juga lewat pengeras suara dipasang untuk mengingatkan himbauan pemerintah tersebut,”jelas politisi PKS(Partai Keadilan Sejahtera) ini.
Diungkapkan pria asal Turen Malang ini, saat ini kondisi ekonomi rakyat sudah susah akibat Pandemi Covid-19, tentunya jika diberlakukan system ganjil genap, pendapatan pedagang akan semakin turun lagi.” Seharusnya Pemprov maupun gubernur berpikir ke arah sana,”lanjut pria yang juga bendahara Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Malang Raya.
Tak hanya itu, lanjut Dwi, pihaknya juga meragukan jika system ini diberlakukan, akan menjamin pandemic Covid-19 akan menurun.” Tak menjamin jika ganjil genap diberlakukan pandemic menurun. Gubernur maupun Pemprov tak berani menjamin untuk itu. Ini jelas kebijakan yang mengancam kelangsungan perekonomian pedagang pasar tradisional di Jatim,”tandasnya. (rofik)