JAKARTA | bidik.news – Tepat di usianya yang ke-24, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) temui Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) untuk menekankan
pentingnya amandemen atas UU No.5/1999 dan mengusulkan agar
perubahan atas UU tersebut dapat segera dibahas DPR.
Hal itu dikemukakan Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa (Ifan) beserta Anggota KPPU saat pertemuan dengan Baleg, Jumat (7/6/2024) di Gedung DPR RI Jakarta. KPPU mendorong agar perubahan itu menjadi bagian dari inisiatif DPR, sebagaimana sejarah lahirnya UU tersebut di masa reformasi.
Dalam pertemuan Itu, KPPU diterima pimpinan Baleg, Achmad Baidowi dan Anggota Baleg, Amin AK. UU No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) disahkan pada 5 Maret 1999
disusun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
UU ini untuk memberi jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum di awal masa reformasi, sejalan dengan UU terkait pemilihan umum dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada tahun yang sama.
Hingga saat ini, baru dilakukan satu kali perubahan atas UU No.5/1999, yakni oleh UU Cipta Kerja yang merubah besaran denda, mencabut ketentuan pidana, dan memindahkan proses keberatan atas Putusan KPPU.
Perubahan itu dinilai belum menyentuh berbagai permasalahan yang ada di UU tersebut, seperti ketidakpastian status kelembagaan dan kepegawaian KPPU, pasal yang tumpeng tindih, lemahnya kewenangan penegakan hukum, sistem notifikasi paska merger, ketiadaan
jangkauan ekstrateritorial dan penerapan keringanan hukuman (leniency) serta lemahnya eksekusi atas Putusan KPPU.
Berbagai permasalahan itu juga sempat diidentifikasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam reviu yang dilakukannya atas persaingan usaha di Indonesia pada tahun 2012. Sehingga dikhawatirkan dapat menghambat proses aksesi Indonesia ke OECD.
“Saya khawatir, jika amandemen atas UU No.5/1999 tidak segera dilaksanakan, Indonesia akan gagal menjadi anggota penuh OECD. Karena persaingan usaha salah satu komite utama di OECD dan keanggotaan hanya bisa terjadi jika instrumen hukum di semua komite terpenuhi”, ujar Ifan.
Sebelumnya, KPPU telah mengupayakan berbagai perubahan atas UU No.5/1999. Saat ini, RUU perubahan UU No.5/1999 masih masuk dalam long list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 berdasarkan Keputusan DPR No. 46/DPR RI/I2019-2020 tentang Program Legislasi Nasional RUU 2020-2024, namun tidak pernah menjadi Prolegnas Prioritas.
Urgensi atas perubahan jugalah terdapat dalam RPJMN 2025-2029 khususnya dalam penguatan fondasi transformasi ekonomi berupa kepastian hukum dan penguatan persaingan usaha, termasuk kelembagaan persaingan usaha.
Dalam pertemuan mengemuka bahwa perubahan UU melalui Baleg juga dapat dilakukan dengan kumulatif terbuka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bila UU No. 5/1999 pernah dilakukan judicial review.
Memperhatikan UU tersebut telah dilakukan 3 kali judicial review atas berbagai pasal pada tahun 2016,
2020 dan 2022, tidak tertutup kemungkinan RUU dapat direvisi sewaktu-waktu melalui mekanisme kumulatif terbuka dengan persetujuan Fraksi di DPR.
KPPU berharap, melalui pertemuan dengan Baleg, proses amandemen atas UU No.5/1999 dapat menjadi inisiatif
DPR sebagaimana lahirnya UU tersebut.
“UU No.5/1999 awalnya lahir dari inisiatif DPR untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya, UU ini disempurnakan sebagai inisiatif dari wakil rakyat”, tegas Ifan.