BATU I bidik.news – Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu menilai penetapan tarif royalti musik membingungkan.
Hal ini disampaikan Ketua PHRI Kota Batu Sujud Hariadi,Jumat (15/8/2025) saat diminta pendapat terkait polemik tarif royalti musik dimaksud.
“Kami minta pemerintah segera merevisi Undang-Undang (UU) dan aturan turunan terkait royalti lagu dan musik,” ujar Sujud.
Diketahui desakan ini menyusul polemik penarikan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang dinilai masih membingungkan pelaku usaha.
“Selama ini,obyek wisata dan hotel di Kota Batu memanfaatkan lagu-lagu gratis yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur,termasuk lagu daerah,” katanya.
Ini menurutnya skema penetapan tarif royalti yang mengacu pada jumlah kamar hotel atau kursi restoran.
Menurut dia,metode ini tidak relevan karena pendapatan usaha tidak selalu konsisten dan penggunaan musik di sektor perhotelan serta restoran hanya sebatas latar belakang, bukan sebagai produk utama.
“Dalam PP Nomor 56 Tahun 2021, istilah komersial seharusnya hanya berlaku bagi penggunaan lagu sebagai produk utama seperti di diskotik, karaoke, atau konser, bukan untuk musik latar.Terlebih, hingga kini LMKN belum menyelesaikan Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) sebagaimana diamanatkan PP 56 Tahun 2021,” paparnya.
Padahal,papar dia,sistem ini diperlukan untuk pendataan dan transparansi lagu yang dilindungi hak cipta.Kalau sampai batas waktunya tidak selesai, menurutnya secara hukum bisa dibatalkan.
“Sembari menunggu kepastian aturan dan perbaikan sistem,PHRI Kota Batu mengimbau anggotanya untuk sementara tidak memutar lagu atau musik kecuali sudah membayar royalti. Alternatif lain adalah menggunakan lagu-lagu yang masuk kategori domain publik yakni karya yang penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun,” lanjutnya.
Seperti karya klasik Mozart, Beethoven,hingga langgam Wali Lima. PHRI juga meminta pemerintah melakukan sosialisasi secara masif agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pelaku usaha, musisi, dan pengelola hak cipta.
Sisi lain,Ia menyebut PHRI mengapresiasi perlindungan terhadap hak cipta musisi,namun aturan penarikan royalti perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kerancuan di antara para pelaku usaha, khususnya sektor perhotelan dan restoran.
“Kami juga mendorong Dinas Pariwisata Batu membuat lagu sendiri untuk diputar di obyek wisata, penginapan, hingga hotel. Bisa juga bekerjasama dengan musisi lokal,” katanya.
Sekadar informasi dalam royalti LMKN tarif hotel dan fasilitas antara lain 1-50 kamar Rp 2 juta setahun, 51-100 kamar Rp 4 juta,101-150 kamar Rp 6 juta, 151-200 kamar Rp 8 juta, lebih dari 200 kamar Rp 12 juta, resort Rp 16 juta, hotel non bintang Rp 1 juta, kemudian kalau restoran atau kafe Rp 120 ribu per kursi.(Gus)