SURABAYA | BIDIK.NEWS – Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus pembunuhan Brigadir Yosua menuntut vonis seumur hidup untuk terdakwa Ferdy Sambo (FS). Sejak mencuatnya kabar mengenai vonis itu, masyarakat mengalami kekeliruan pemahaman tentang arti vonis seumur hidup yang sebenarnya.
Masyarakat mengira vonis seumur hidup adalah hukuman sesuai usia terdakwa pada saat itu. Misalnya, FS berusia 50 tahun dan mendapat vonis seumur hidup, maka FS harus dipenjara selama 50 tahun juga. Setelah 50 tahun, ia bebas, padahal makna aslinya tidak seperti itu.
Menanggapi kekeliruan itu, pakar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Riza Alifianto Kurniawan SH MTCP menjelaskan, vonis penjara seumur hidup merupakan ancaman sanksi untuk tindak pidana berat. Salah satunya adalah pembunuhan berencana sesuai ketentuan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Vonis penjara seumur hidup ini sebenarnya alternatif kedua dari pembunuhan berencana. Untuk sanksi utamanya adalah hukuman mati,” kata Riza, Selasa (24/1/2023).
Dosen FH Unaur itu juga menuturkan, terdakwa FS mendapat sanksi pidana penjara seumur hidup, artinya berdasar pada pertimbangan jaksa dan pembuktian di persidangan. Tim JPU dapat membuktikan bahwa terdakwa FS melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Vonis tersebut dapat terjadi bila hakim menyetujui surat tuntutan JPU.
“Sanksi pidana penjara seumur hidup artinya terdakwa yang terbukti bersalah akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidupnya sampai meninggal dunia,” tegas Riza.
Adapun untuk kekeliruan pemahaman dan multitafsir terkait dengan sanksi pidana penjara seumur hidup, Riza berujar hal itu wajar terjadi. Sebab, tidak seluruh orang paham dan memiliki kompetensi dalam bidang hukum. Ilmu hukum memiliki penafsiran yang membutuhkan adanya pendidikan tinggi untuk memahami tentang isi undang-undang dan hukum acaranya.
Riza menyampaikan upaya terbaik untuk mengedukasi masyarakat agar tidak memiliki kekeliruan pemahaman terhadap makna vonis seumur hidup, yaitu melalui peran media massa. Menurutnya, media massa dapat berperan memberikan edukasi tentang kasus FS ke masyarakat.
“Media massa dapat memublikasikan opini para ahli hukum sehingga informasi terkait isu-isu dalam kasus tersebut dapat dipahami masyarakat,” pungkasnya.