TOLAK PERSIDANGAN PIDANA ONLINE
Pencanangan rencana pelaksanaan persidangan online secara sempurna sebagaimana diatur dalam Perma nomor 4 tahun 2020 tentang administrasi dan persidangan pidana di pengadilan secara elektronik tidak mencerminkan rasa keadilan yang hakiki dan melanggar hak asasi manusia.
Pada sidang online dilakukan dengan teknis Majelis Hakim di ruang sidang pengadilan, terdakwa berada di rutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di kaantor Kejaksaan dan penasehat hukum di ruang Advokat atau dari Kantor Hukumnya masing masing, sangat berpotensi akan menghasilkan putusan yang tidak fair dan akan semakin menjauhkan dari rasa keadilan. Tidak hanya itu, hak penasehat hukum serta terdakwa seakan dikebiri dengan aturan sidang online/elektronik yang rencananya akan dilakukan dengan baku atau tetap.
Persidangan Online berakibat Hukum Acara tidak dapat berjalan secara normal dan menghilangkan sebagian hak Terdakwa dan Penasehat hukumnya, diantaranya :
1. Sulitnya koordinasi/komunikasi antara penasihat hukum dengan terdakwa sehingga berdampak pada saat pemeriksaan saksi hingga proses penyusunan serta pembelaan tidak maksimal.
2. Potensinya gangguan signyal/ koneksi internet yang sering berakibat kurang jelasnya suara, sehingga hal ini sering pula terjadi miss komunikasi dan salah dengar sampai akhirnya membuat resume hanya dengan asumsi dan copy paste dengan berkas berita acara. Dampaknya, fakta persidangan kurang memenuhi akuntabilitas.
3. Potensi adanya intervensi pihak lain yang mampu dengan mudah memiliki akses di Rutan. Pasalnya, pada saat pemeriksaan persidangan yang mendampingi secara riil justru dari pihak non fungsional, diantaranya pengawal tahanan dan bukan dari penesehat hukum. Hal ini dimungkinkan adanya potensi muncul oknum yang akan mempengaruhi sikap dari terdakwa dalam upaya hukum yang tidak sesuai kemauan sebenarnya dan memutuskan karena adanya berbagai tekanan serta intimidasi.
4. Dari segi pembuktian Administratif kurang dapat dipertanggungjawabkan secara akurat, karena jika sidang dilakukan secara online maka untuk dokumen bukti yang disampaikan dipersidangan, penasehat hukum tidak dapat melihat secara langsung kebenaran atau keaslian/validasi dokumen tersebut. Hal tersebut menyimpang dari Hukum acara mengingat pada pasal 181 KUHAP yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti tersebut. Majelis hakim harus memperlihatkan barang bukti tersebut didepan persidangan sehingga semua pihak baik terdakwa, Jaksa dan penasehat hukum dapat dengan jelas dan terang validitas alat bukti yang di tunjukkan.
Jika peraturan sidang online ini diterapkan tanpa memperhatikan hak para pencari keadilan, maka akses mencari keaadilan yang hakiki tidak sepenuhnya didapatkan. Untuk itu, kami selaku penasehat hukum menolak denga tegas persidangan pidana secara online.
Ditulis oleh :
A. Fajar Yulianto, SH.MH. CTL
Direktur LBH Fajar Trilaksana