SURABAYA – Perkara sengketa tanah di Desa Dungus, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, antara Utjang Kayanto, Elina Widjajanti, Lusiana Sintawati (penggugat) dan Hermina (tergugat) Susanto, kembali dimenangkan oleh penggugat di tingkat Pengadilan Tinggi Jatim.
Kuasa hukum penggugat, Wellem Mintarja SH., MH., saat ditemui dikantornya menyampaikan, bahwa majelis hakim Pengadilan Tinggi Jatim memutuskan menguatkan isi putusan pertama di Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomer putusan : 902/Pdt.G/2019/PN. Surabaya.
“Dari relaash putusan Pengadilan Tinggi dengan nomer putusan : 308/PDT/2020/PT. Surabaya yang kami terima pada tanggal 10 September 2020 disebutkan, bahwa putusan perkara banding atas klien kami adalah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya yaitu menyatakan jual beli tersebut adalah sah dan menyatakan bisa dibalik atas nama nenek ahli waris maksudnya dari pihak penggugat,” ucap Wellem, Sabtu (11/09).
Atas putusan ini, masih kata Wellem, dirinya menyatakan kesiapannya apabila ada upaya hukum lain dari pihak tergugat. Karena ia berkeyakinan bahwa tanah sengketa tersebut memang hak dari kakek nenek yang menjadi ahli waris (alm) Elisa Irawati.
“Pada intinya kami akan siap (upaya hukum) apapun atas perkara nenek ini. Karena kami yakin ini adalah hak dari nenek,” imbuhnya.
Kemudian, saat disinggung terkait tergugat yang melaporkan ketiga kliennya, atas dugaan pemalsuan tanda tangan perjanjian jual beli di Polrestabes Surabaya, Wellem sangat menyayangkan proses hukumnya dilanjutkan penyidik.
“Pada tingkat Pengadilan Negeri gugatan kliennya dikabulkan, dan juga pada tingkat banding putusannya juga dimenangkan oleh klien kami. Tapi perkara di kepolisian tetap dilanjutkan,” kata Wellem.
Wellem mengaku telah melaporkan penyidik Polrestabes Surabaya ke pihak Kompolnas sebanyak 3 kali. Dasar acuannya adalah pasal 81 KUHPidana dan juga peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1956. Dimana apabila ada perkara perdata maka perkara pidananya harus ditangguhkan terlebih dahulu, selama perkara perdatanya belum berkekuatan hukum tetap (incracht).
“Dasar kami jelas KUHPidana dan PERMA. Kami akan terus melakukan perlawanan. Proses pidana ini harus ditangguhkan terlebih dahulu menunggu putusan perdata incracht. Karena objek pada perkara perdata dan pidananya sama,” pungkas Wellem seraya menunjukkan surat dari Kompolnas atas pelaporannya tersebut