MALANG — Tahun ajaran baru bagi siswa-siswi pada tahun 2020 ini terbilang istimewa, bagaimana tidak? Seharusnya pada momentum semacam ini anak-anak berkesempatan berkenalan secara langsung dengan kawan dan guru baru, namun hadirnya pandemi covid-19 mengacaukan tradisi tersebut. Mengawali semester ganjil, para siswa lama dan siswa baru harus melakukannya di rumah masing-masing melalui metode pembelajaran daring, atau online.
Namun demikian, ada hal menarik dan kreatif dibalik musibah yang mendunia ini. Ide kreatif warga RT 02 RW 07 Dusun Sengkaling dalam menyikapi masa transisi new normal ini dengan cara unik, yakni menggunakan Balai Dusun Sengkaling sebagai tempat belajar di lingkungan tersebut, sebagai lokasi sekolah daring bersama. Gedung megah yang sebenarnya masih belum sepenuhnya jadi itu setiap pagi menampung puluhan pelajar dari TK, SD hingga SMA melaksanakan kegiatan belajar mengajar online.
Diinisiasi dari obrolan santai warga, tanpa dikomando, warga mengambil inisiatif memasang Wi-Fi secara mandiri dikhususkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut. Terlebih, muda mudi di kampung ini dikenal kreatif.
Salah satu pentolan muda-mudinya, Bayu Tri Baruna Adi. pria kelahiran 26 Maret 1988 ini dikenal sebagai guru home schooling dan pendamping Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selain itu, Bayu kerap membuka kelas belajar di rumahnya bagi siapa saja yang ingin belajar tanpa mematok tarif.
“Saya sama sekali tidak memiliki niatan untuk mendapatkan uang dari kelas belajar yang saya buka di rumah. Saya tidak mematok nominal, tidak dibayar pun juga tidak ada masalah sebenarnya, namun terkadang orang tua dari anak-anak yang les di rumah saya selalu ada saja yang memberi. Namun saya tidak menentukan nominal, seikhlasnya saja,” kata alumni SMK Negeri 2 Malang jurusan pekerja sosial itu.
Sama halnya ketika dirinya diminta warga untuk melakukan pendampingan belajar tanpa dibayar, dirinya tanpa pertimbangan langsung saja mengatakan iya saat dibutuhkan masyarakat setempat. “Kebetulan saya menguasai ilmunya, jadi wajib bagi saya untuk berbagi. Tidak menggangu waktu saya juga, karena saya bekerja di sekolah inklusi yang bisa saya tentukan waktunya. Selagi masih mampu berbuat, mengapa saya harus diam?,” imbuh pria yang pernah bekerja sebagai pendamping di bagian tumbuh kembang anak RSI Unisma tahun 2006 sampai 2008 ini.
Adik-adik disini saya bantu dalam menerjemahkan maksud guru mereka di sekolah, sebab terkadang belajar via online ini akan membingungkan bagi sebagian orang,” katanya.
Bagi Bayu, posisinya yang saat ini masih lajang, memudahkan dirinya untuk berkreasi apapun dalam hal pengabdian. “Sejak dahulu saya memang suka sekali dengan kegiatan bersifat sosial. Sampai ketika SMK pun saya mengambil jurusan Pekerjaan Sosial. Bisa bertemu banyak orang setiap hari, membicarakan dan berbagi ilmu dengan anak-anak seolah memunculkan kenyamanan batin tersendiri,” ungkap Bayu.
Melihat keseharian Bayu dilingkungannya, ketua RT 02 RW 07 M. Syahrul Huda, tempat Bayu berdomisili mengaku beruntung, sebab masih ada sosok anak muda berpotensi dan memiliki jiwa pengabdi di lingkungannya. “Rasanya bangga saja menjadi kepala lingkungan disini.