SURABAYA – Walaupun proses pembuatan KTP (Kartu Tanda Pengenal) saat ini dilakukan melalui sistim data eletronik yakni E-KTP .Ternyata masih saja rawan dipalsukan dengan menggunakan data palsu .
Hal ini terungkap dalam sidang kasus tipu gelap dengan terdakwa
Vonny Sunarto alias Mira, dengan modus menggunakan E-KTP abal-abal yang diterbitkan Disdukcapil Surabaya.
Saat diperiksa majelis hakim yang diketuai oleh Ketut Tirta dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari, dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya, terdakwa Vonny membantah bahwa dirinya yang melakukan pemalsuan E-KTP atas nama Mira.
“Saya tidak memalsukan KTP itu (atas nama Mira),”ujar terdakwa Vonny saat sidang teleconference di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (02/04/02020).
Menurut pengakuannya, pengurusan E-KTP tersebut dilakukan oleh temannya yaitu Lanny dan diuruskan ke Disdukcapil Surabaya. Sedangkan foto dalam E-KTP Mira, terdakwa Vonny membenarkan itu fotonya.
“Dibuatkan teman saya, Lanny. Katanya Rp. 5 juta untuk ngurusnya di Dispenduk,”beber terdakwa saat ditanya oleh penasihat hukumnya, Slamet P.
Usai sidang, Slamet P., penasihat hukum terdakwa, ketika di konfirmasi terkait KTP palsu atas nama Mira menjelaskan bahwa pembuatan KTP itu disarankan oleh Lanny.
“Itu disarankan saudara Lanny, temannya. Maka dari itu saya kejar pertanyaan terkait KTP atas nama Mira itu. KTP itu digunakan untuk membuka akun (rekening). Untuk sirkulasi uang. Karena kalau pakai nama Vonny sudah di blacklist ama bank. Karena pernah kena kasus (penipuan) yang sama sebelumnya,”tegas Slamet.
Slamet menambahkan, terdakwa Vonny maupun Lanny tidak mengurus langsung ke Dispenduk Capil, melainkan melalui jasa seorang makelar (Calo) dengan biaya Rp. 5 juta.
“Tidak mengurus langsung. Nyuruh orang, tapi dia ngga tahu orangnya siapa, kata orangnya diuruskan ke Dispenduk. Jadi datanya itu disiapkan semua sama orangnya, mulai RT, RW sampai semuanya. Jadi saudara Lanny ini nyuruh orang, tapi ga tahu siapa orangnya,”sambungnya.
Sedangkan terkait sosok Lanny, Slamet menjelaskan bahwa Lanny adalah teman dari kliennya. Lanny yang mempertemukan terdakwa Vonny dengan korban Teng Hong Leng.
“Temannya Vonny, ditemukan sama korban. Akhirnya terjadi kerjasama jual beli ikan dori yang didatangkan dari Maluku, dibawa kesini (Surabaya) terus diekspor ke Jepang. Tapi bisnis itu tidak ada ternyata,”jelasnya.
Terkait dua identitas di dalam 2 buah E-KTP, Slamet tak menampiknya. Memang benar bahwa terdakwa memiliki 2 buah E-KTP, “Betul,”tandasnya.
Untuk diketahui, dalam E-KTP atas nama Mira, terdakwa Vonny menjadi warga Surabaya dengan alamat Jl. Pondok Benowo Indah Blok C M/6, Rt. 01 Rw. 09, Kelurahan Babat Jerawat, Kecamatan Pakal, Surabaya.
Sedangkan, pada E-KTP atas nama Vonny Sunarto, terdakwa beralamatkan di Desa Wangel, Kelurahan Wangel, Kecamatan PP. Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
Kasus ini bermula saat terdakwa Vonny dan korban Teng Hong Leng melakukan kerjasama jual beli ikan dori dan ikan kakap merah. Karena tergiur dengan tawaran terdakwa, korban kemudian memberikan modal dengan cara transfer nama Vonny Sunarto dan Mira total sebesar lebih kurang Rp. 2 miliar.
Akan tetapi, pada kenyataannya terdakwa tidak pernah menjalankan usaha kerjasama jual beli ikan tersebut (fiktif).Terdakwa menggunakan uang korban untuk kepentingan pribadinya, yaitu kebutuhan sehari-hari dan membayar hutang.
Atas perbuatannya, terdakwa Vonny Sunarto didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 372 dan 378 KUHP Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.