SURABAYA – Sidang perdana perkara korupsi dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) Pemkot Surabaya 2016, dengan terdakwa Binti Rochmah digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (19/11).
Terdakwa yang berstatus sebagai mantan anggota DPRD Kota Surabaya itu, terlihat menggunakan stelan baju warna gelap saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muhammad Fadhil.
Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak ini dalam dakwaannya menjelaskan, pada 2016 Pemkot Surabaya memberikan dana hibah ke lembaga masyarakat berupa RT/RW sebesar Rp 27.465.033.400 (Rp 27 miliar lebih). Hibah yang bersumber pada APBD Perubahan Kota Surabaya itu diperuntukkan kepada 665 penerima hibah.
Terdakwa yang saat itu anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014-2019, pada Maret 2015 bertemu dengan saksi Agus Setiawan Jong selaku Dirut PT Sang Surya Dwi Sejati. Agus, lanjut Fadhil, menawarkan diri kepada Binti sebagai pihak yang akan melakukan pengelolaan dana hibah yang akan dimohonkan oleh Lembaga Kemasyarakatan, dalam hal ini RW, RT dan LKMK.
“Penentuan jenis barang sampai pada harga ditentukan sendiri oleh Agus, hingga pembagian keuntungan (fee) 10% sampai 15% dari hasil pelaksanaan kegiatan dana hibah. Penawaran itu disetujui oleh terdakwa Binti yang menyampaikan potensi dana hibah yang bisa dijadikan Jasmas sebesar Rp 2 miliar,” kata Jaksa Fadhil.
Selanjutnya, sambung Fadhil, sebanyak 28 proposal permohonan dana hibah dari RW dan RT dapil terdakwa Binti Rochmah yang dikoordinir Agus Setiawan Jong lolos verifikasi.
Setelah itu terjadilah penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Setelah dana hibah cair dan masuk ke rekening masing-masing penerimah hibah. Agus memerintahkan tim nya untuk mengumpulkan para penerima hibah di Bank Jatim Pasar Atom untuk mentransfer ke nomor rekening miliknya.
Jumlah hibah yang ditransfer oleh para penerima hibah ke rekening Agus senilai Rp 13 miliar lebih dengan jumlah 288 penerima hibah dan 28 diantaranya proposal kerjasama permohonan hibah dari Agus dengan Binti Rochmah dengan total sebesar Rp 1,5 miliar lebih.
Masih kata Fadhil, dari perhitungan BPK RI menemukan kerugian negara sebesar Rp 4.991.271.830,61 (Rp 4,9 miliar lebih) dan Rp 570.648.576,89 (Rp 570 juta lebih) berasal dari proposal permohonan dana hibah hasil kerjasama antara Binti Rochmah dan Agus Setiawan Jong.
“Perbuatan terdakwa Binti Rochmah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” beber Jaksa Fadhil.
Tak hanya itu, Fadhil menambahkan, perbuatan terdakwa Binti juga dikenakan dakwaan subsidiair Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mendengar dakwaan pasal berlapis dari Jaksa, Sudiman Sidabuke selaku kuasa hukum terdakwa Binti tak mengajukan eksepsi atau keberatan akan dakwaan Jaksa. Sudiman menginginkan persidangan ini sampai pada pokok perkara, yaitu pemeriksaan saksi-saksi.
“Saya tidak mengajukan eksepsi. Langsung saja masuk ke pokok perkaranya, supaya nanti tahu kebenarannya,” tegas Sudiman Sidabuke dihadapan Ketua Majelis Hakim Hisbullah Idris.
Sebelum sidang ditutup, Hakim Hisbullah menyampaikan sidang berikutnya akan digelar Selasa (26/11) pekan depan, dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi-saksi. (J4k)