SURABAYA – Sidang lanjutan perkara jual beli emas batangan PT. Aneka Tambang, tbk (Antam), dengan terdakwa Endang Komara, Misdianto, Ahmad Purwanto dan Eksi Anggraini (berkas terpisah) kembali bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (22/10/2019).
Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi tersebut, tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki, Dhiny Ardhany dan Winarko, menghadirkan saksi korban Budi Said, yang mengalami kerugian bernilai Rp. 573.650 miliar.
Dalam keterangannya, Budi Said menjelaskan awal mula terjadinya perkara yang membuat PT. Antam (Tbk) terpaksa memecat tiga karyawannya yang kini jadi terdakwa (Endang, Misdianto, dan Ahmad Purwanto).
“Saya bertemu dengan saksi Melina seorang pemilik Toko emas di Krian Sidoarjo. Ia menceritakan bahwa ada emas dengan harga discount di PT Antam Cabang Surabaya,”kata Budi.
Kemudian, lebih lanjut Budi mengatakan bertemu dengan terdakwa Endang Kumoro di PT. Antam, yang menjabat sebagai pimpinan butik PT Antam (tbk) bersama terdakwa Misdianto dan terdakwa Eksi Anggraini yang mengaku sebagai Marketing.
“Saya bertemu dengan Endang yang mengaku sebagai kepala cabang. Kemudian Eksi memberikan penjelasan dan diyakinkan dengan Endang. Karena yakin saya langsung transfer ke PT. Antam, bukan ke Eksi,” imbuhnya.
Baca Juga:
Eksepsi Ditolak, Terdakwa Tipu Gelap Emas PT. Antam Diancam 4 Tahun Penjara
Yang membuat Budi lebih yakin lagi, terdakwa Eksi Anggraini menjelaskan bahwa ia juga memiliki 14 orang pembeli (founder).
Terkait SOP pembelian emas di PT. Antam, Budi menjelaskan mendapat informasi saat di Jakarta, ketika ketemu Yosep yang mengaku sebagai atasan ketiga terdakwa (selain Eksi).
“Saat ketemu Yosep di Jakarta, saya diberi penjelasan SOP pembelian emas di PT. Antam. Harus melalui customer service, sistemnya cash and carry jadi bayar langsung bawa pulang,” jelas Budi.
Terkait uang Rp 92 miliar dari pelanggan PT Aneka Tambang (Antam), Budi Said menyatakan uang itu diberikan kepada Eksi sebagai fee untuk pembelian emas.
Menurut dia, Eksi sebelumnya meminta fee Rp 10 juta untuk setiap pembelian satu kilogram emas. Permintaan itu disampaikan ketika terdakwa menawarkan diri secara pribadi untuk menjadi kuasa pembeli agar Budi tidak sulit mengurus administrasi pembelian. Budi sepakat.
Fee yang diterima Eksi itu untuk pembelian 7 ton emas atau tepatnya 7.071 kilogram emas itu sebesar Rp 3,59 miliar. Budi membayarnya dengan mentransfer secara bertahap ke rekening PT Antam. “Untuk fee yang dia terima saya langsung transfer ke rekening Eksi,” kata Budi di hadapan majelis hakim yang diketuai Maxi Sigarlaki.
Eksi disebut Budi sebagai broker kepercayaan PT Antam. Terdakwa meski tidak berstatus karyawan perusahaan itu, memiliki ruangan di Butik Emas Logam Mulia (BELM) di Jalan Pemuda Surabaya.
Saat menawarkan emas dengan harga diskon, Eksi mempromosikan di ruangannya sehingga membuat korban percaya dan memesan emas. Terlebih ketika itu dia menjelaskan dengan ditemani dua terdakwa lain. Antara lain, Head Office BELM Surabaya Endang Kumoro dan marketing Misdianto.
“Eksi itu broker kepercayaan PT ANTAM, dia punya kursi di kantor Jalan Pemuda,” pungkas Budi.
Atas keterangan Budi, ketika ditanya terkait kebenarannya kepada para terdakwa, keempatnya kompak menampiknya dengn dalilnya masing-masing.
Sementara itu, pengacara terdakwa Eksi Anggraeni yakni Dr.C.Maya Indah S ketika ditemui usai sidang menyampaikan, bahwa dirinya merasa heran terkait apa dasar korban menyatakan rugi 1136 Kg.
Padahal uang sudah ditransfer langsung oleh saksi korban ke PT Antam tbk di Jakarta. “PT Antam sudah menyerahkan emas senilai kurang lebih 6 ton dan diakui sudah diterima saksi korban. Bila dengan nilai Rp 600 juta perkilo, karena tidak ada diskon dari Antam, maka pengacara mempertanyakan dari mana kerugian tersebut diperoleh,” beber Maya.
Pengacara terdakwa juga menanyakan pengembalian fee sejumlah Rp 9,3 miliar dari 14 customer dari terdakwa kepada saksi korban sebelum korban lapor polisi. Saksi korban menyangkal, dan pengacara terdakwa akan buktikan sebaliknya.
Terdakwa Gugat Balik Perdata PT. Antam dan Saksi Korban
Tak hanya itu, ternyata terdakwa juga keberatan terhadap surat keterangan Antam Surabaya tentang selisih emas sejumlah 1136 kg. Oleh karenanya, pengacara terdakwa yakni Dr.C.Maya Indah SH.Mhum dan Suprapto wibowo, SH sudah melayangkan gugatan ke PN Surabaya dengan Nomor perkara : 1043/Pdt.G/2019/PN Sby.
“Adapun yang digugat adalah PT. Antam Tbk Jakarta c.q PT.Antam Tbk Sby dan Budi Said sebagai turut tergugat. Isi gugatan tersebut menyoal adanya kejanggalan akan surat keterangan yg dikeluarkan PT. Antam Surabaya yg jadi dasar Budi Said utk klaim kepada Eksi. Dalam surat keterangan tsb, dengan nilai harga diskon dan jumlah kilo yg Eksi pertanyakan apa dasarnya,” ujar Maya.
Untuk diketahui, perkara ini terjadi ketika Eksi dan tiga terdakwa lain mulai Februari 2018. Saat itu, Eksi menawarkan kalau ada diskon pembelian emas di BELM. Budi Said tertarik. Dia lalu datang ke BELM Surabaya di Jalan Pemuda untuk membeli emas. Di situ, Budi ditemui Eksi dan Endang Kumoro serta Misdianto. Eksi menjelaskan bahwa benar ada diskon. Emas batangan perkilonya menjadi Rp 530 juta. Endang mengiyakan dan Misdianto menambahkan kalau emas baru bisa dikirim setelah 12 hari kerja sejak uang diterima.
Eksi juga menerangkan kalau emas itu dibeli secara legal. Jumlahnya terbatas. Meskipun ada uang belum tentu ada barang. Uangnya juga langsung ditransfer ke rekening PT Antam dan fakturnya PT Antam. Budi tertarik dan percaya karena yang menjelaskan pegawai PT Antam. Pada 20 Maret 2018, Eksi menelepon Budi kalau ada stok emas. Budi tertarik membelinya. Dia membeli 20 kilogram emas dengan harga diskon yang ditawarkan Eksi. Harganya setelah diskon menjadi Rp 530 juta per kilogram. Dia mentransfer Rp 10,6 miliar untuk membeli 20 kilogram emas.
Belum sempat menerima emas yang dipesan, Eksi kembali menawarkan emas dengan harga diskon. Budi kembali memesannya. Dia mentransfer sampai 73 kali ke rekening PT Antam dengan harga Rp 505 juta sampai Rp 525 juta per kilogram. Dengan demikian total uang uang yang sudah ditransfer Rp 3,59 triliun. Dengan harga itu, Budi semestinya mendapat tujuh ton atau tepatnya 7.071 kilogram emas. Namun, dia baru mendapatkan 5,9 ton. Ada selisih 1,1 ton senilai Rp 573 miliar. (J4k)