SURABAYA – Ditengah gejolak kondisi ekonomi global, resep jamu Bank Indonesia (BI) ampuh jaga stabilitas perekonomian Indonesia. Hal ini disampaikan Perry Warjiyo, Gubernur BI dalam Simposium BI, Jumat (18/10/2019).
Resep jamu yang dimaksud adalah bauran kebijakan BI yang terdiri atas kebijakan moneter, makro prudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar keuangan dan ekonomi keuangan syariah.
Dituturkan Perry, ada 5 tantangan perekonomian yang saat ini dihadapi Indonesia. Pertama, berlanjutnya perang dagang dan risiko geopolitik yang menekan perekonomian dunia dan membuat ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Sehingga mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman.
Kedua, dinamika aliran modal asing yang volatile atau mudah keluar dan masuk. Sehingga dibutuhkan usaha untuk mempercantik investasi dalam negeri yang mampu menarik investor. Ketiga, kebijakan suku bunga yang menjadi kurang efektif.
Keempat, perkembangan ekonomi dan keuangan digital yang pesat dalam bentuk financial technology dan unblinding financial services di luar bank yang berpotensi menciptakan shadow banking, digital money dan meningkatkan risiko stabilitas moneter dan finansial. Kelima, perubahan perilaku agen ekonomi, baik sebagai konsumen ataupun tenaga kerja.
Menghadapi tantangan itu, BI mengeluarkan “jamu” berupa bauran kebijakan, diantaranya melalui penurunan BI 7 Days Reverse Repo-Rate 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility 25 bps menjadi 4,50% dan suku bunga lending facility 25 bps menjadi 6,00%.
BI juga melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku usaha yang ditempuh melalui penyempurnaan Pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah.
Dan pelonggaran Rasio Loan to Value/Financing-to-Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti 5% dan uang muka untuk kendaraan bermotor 5-10%. BI juga terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan serta strategi operasi moneter.
“Dengan berbagai tantangan yang ada, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 diproyeksikan berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4% dan meningkat menuju titik tengah kisaran 5,1-5,5% di 2020. Sementara, inflasi diperkirakan tetap rendah dan stabil. Defisit transaksi berjalan diperkirakan 2,5-3% dari PDB,” tutur Perry.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa optimis, Jatim dapat membantu pertumbuhan ekonomi nasional. “Untuk lebih mendorong tumbuhnya perekonomian Jatim, dibutuhkan fokus program yang dapat diketahui signifikansinya. Sinkronisasi program antar instansi juga menjadi kata kunci,” jelasnya.
Dituturkan Khofifah, pengembangan SDM juga sangat dibutuhkan. Saat ini, pemerintah Jatim telah mendorong pengembangan SDM melalui BLK antara SMA dan SMK yang serumpun untuk mampu menghasilkan tenaga kerja yang professional.
Juga dilakukan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jatim periode 2019-2022.
“Ke depan, ISEI Surabaya siap bersinergi dengan berbagai instansi untuk meningkatkan ekonomi daerah. Apalagi, dengan berbagai macam peluang dan program yang dimiliki oleh Pemprov Jatim kami optimis untuk melanjutkan berbagai pencapaian positif yang telah dicapai pengurus ISEI sebelumnya,” tutur Eko Purwanto, Ketua ISEI Cabang Surabaya. (hari)