SURABAYA|BIDIK NEWS – Sidang gugatan praperadilan yang diajukan oleh Hiu Kok Ming (pemohon) atas sah tidaknya penetapan tersangka oleh Ditreskrimum Polda Jatim (termohon), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda putusan. (30/08/2019).
Dalam amar putusan perkara dengan nomor 27/Pid.Pra/2019/PN SBY tersebut, hakim Edi menyebutkan menolak provisi pemohon karena dua alat buktinya sudah cukup dan sah, tanpa harus diuji relevansi antara alat bukti dengan perkaranya. Selain itu SEMA No. 1 tahun 2018 juga melarang pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri/DPO.
“Dengan ini majelis hakim PN Surabaya yang mengadili perkara ini memutuskan, pertama, menolak provisi pemohon, kedua, melanjutkan pemeriksaan pada pokok perkara praperadilan yaitu, penetapan tersangka atas nama pemohon Hiu Kok Ming, ketiga, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir,” kata hakim Edi saat membacakan amar putusannya di ruang Sari 3.
Penasihat hukum pelapor, Tonic Tangkau, saat di hubungi melalui telepon selularnya mengatakan dirinya menyambut baik putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh seorang tersangka yang melarikan diri. “Kami sangat apresiasi dengan putusan hakim yang telah menolak permohonan pemohon. Putusan ini sudah tepat,” ucap tonic.
Terkait penetapan tersangka terhadap terlapor, Tonik mengatakan bahwa Polda Jatim dalam hal ini penyidik Ditreskrimum, telah melakukan pemanggilan hingga 3 kali.
“Dasar ditetapkannya tersangka pada terlapor, tentunya telah memenuhi 2 alat bukti yang cukup, informasinya Polda Jatim telah memanggil secara patut, 1 kali, 2 kali, terus terlapor memberikan keterangan bahwa dia akan hadir dan minta penundaan, kemudian diiyakan sama Polda Jatim, tapi tetep ga datang,” ucapnya
Selain itu, masih kata Tonik, didalam SEMA No 1 Tahun 2018, jelas-jelaa disebutkan ada 2 hal yang pokok tentang larangan mengajukan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau ditetapkan sebagai DPO.
“Jelas sudah melanggar SEMA No 1 Tahun 2018, seorang tersangka atau DPO dilarang mengajukan praperadilan,”pungkas Tonik.
Untuk diketahui, kasus sengketa tanah ini terjadi ketika Hiu Kok Ming dan Isterinya menjual sebidang tanah seluas lebih kurang 5 Ha ( estimasi harga pasar saat ini +/- 300 Milyar rupiah ) kepada pelapor di daerah Bekasi.
Di kemudian hari, ternyata tanah tersebut diketahui belum sah menjadi milik terlapor, ketika menjual tanah kepada Pelapor.
Pelapor berharap proses kasus ini segera tuntas, agar dapat memperoleh kepastian hukum yang berkeadilan.(j4k)